Drama Tari Kunti Sraya
Kiriman: Ida Bagus Gede Surya Peradantha, S.Sn., MSn., Alumni ISI Denpasar
Seni Tari yang merupakan salah satu
manifestasi dari kesenian Bali dalam realitasnya sangat berperan dalam
kehidupan masyarakat. Kearifan yang dimiliki oleh agama Hindu membuat
kehidupan seni tari menjadi eksis. Kalau diamati, peranan tari dalam
kehidupan masyarakat Bali memiliki tiga fungsi utama yaitu: sebagai wali, bebali, dan balih-balihan.
Seni dramatari tradisional
dalam seni pertunjukan di Bali memang tidak pernah habis untuk dikupas
dan dibahas. Hal ini terjadi karena saking banyaknya sumber cerita
ataupun topik yang diangkat dan ditransformasikan ke dalam bentuk seni
pertunjukan yang tentu saja dibalut dengan nilai-nilai estetika dan
filsafat yang utuh. Sumber-sumber cerita tersebut dapat berasal dari
babad, epos Ramayana maupun Mahabrata, mitologi maupun sumber sastra
lainnya. Sebagai salah satu bentuk pertunjukan balih-balihan,
dramatari sangat mengedepankan unsur keindahan, struktur dramatik yang
jelas dan dibawakan dengan ekspresi jiwa yang kental. Di Bali sendiri,
sudah terdapat banyak jenis dramatari seperti drama tari Arja, dramatari
Topeng, dramatari Gambuh, dramatari Calonarang dan banyak pula
berkembang dramatari kreasi baru yang diciptakan seniman-seniman muda.
Namun, ada satu jenis dramatari yang cukup menarik minat penulis untuk
menelitinya lebih jauh, yaitu dramatari Kuntisraya.
Dramatari Kuntisraya adalah
suatu jenis dramatari yang berkiblat ke dalam jenis Penyalonarangan.
Sebagai salah satu contoh seni dramatari tradisional Bali, dramatari ini
merupakan jenis pertunjukan yang cukup menarik untuk dikupas dan dicari
nilai-nilai yang terdapat di dalamnya. Dari segi konsep penciptaan,
terdapat beragam unsur seni pertunjukan yang disajikan dalam dramatari
ini mulai unsur Pearjaan, Patopengan, Pegambuhan, Bebarongan dan Palegongan.
Unsur-unsur tersebut dirangkai dan dipadukan dengan sangat cermat
sehingga menghasilkan nuansa baru yang sangat fleksibel untuk dinikmati.
Unsur cerita yang digunakan berasal dari epos Mahabrata yang sedari
dulu tidak pernah habis unuk dijadikan sumber lakon. Tentu saja
didalamnya pula terkandung beragam nilai dan perlu untuk dikupas lebih
jauh.Ulasan kali ini ditujukan sebagai pengayaan ilmu pengetahuan di
bidang seni pertunjukan, serta membuka wawasan tentang eksistensi
dramatari tradsional di Bali pada umumnya.
Cerita dramatari Kuntisraya
berawal dari kisah dikutuknya Dewi Durgha Oleh Dewa Siwa. Pada saat
ditugaskan mencari susu lembu, Dewi Durgha yang dahulunya adalah Dewi
Uma yang amat cantik rupanya tidak jujur menyampaikan usahanya dala
mencari susu lembu tersebut di dunia. Dewa Siwa yang sebenarnya tengah
menguji kesetiaan Dewi Uma pun murka dan mengutuk istrinya tersebut
menjadi Durgha dan kemudian turun ke dunia sebagai penguasa kematian.
Dewa Siwa pun menyampaikan titah bila suatu saat dimana masa hukumannya
telah berakhir, Dewi Durgha akan disucikan oleh seorang Ksatria sakti
sehingga bisa kembali ke sorga mendampingi Dewa Siwa.
Tersebutlah ketika perang
Bharatayudha akan berlangsung, Sang Kalantaka dan Sang Kalanjaya yang
merupakan prajurit Dewi Durgha bepihak kepada Duryodana dan akan membuat
kekacauan di Indraprasta, kediaman Dewi Kunti beserta Panca Pandawa.
Hal ini diketahui oleh Bhagawan Naradha, pendeta di Sorga dan keudian
memberitahukannya kepada Dewi Kunti. Kunti sangat ketakutan dan mohon
petunjuk pada Bhagawan Naradha. Beliau akhirnya menganugrahkan Dewi
Kunti sebuah mantra untuk memanggil Dewi Durgha.
Pada saat yang telah
ditentukan, berangkatlah Dewi Kunti ke kuburan untuk memuja Dewi Durgha.
Setelah mantra tersebut beliau ucapkan, datanglah Dewi Durgha. Dewi
Durgha yang sudah mengetahui maksud dan tujuan kedatangan Dewi Kunti
lalu meminta kurban seekor kambing merah ( dalam pementasan diubah
menjadi babi ) ditambah dengan seorang putra Pandawa yang bernama sang
Sahadewa. Dewi Kunti setelah mendengar permintaan Dewi Durgha merasa
sangat keberatan namun tidak berani mengungkapkannya. Akhirnya ia mohon
diri dari hadapan Dewi Durgha untuk pulang ke Indraprasta. Dewi Durgha
mengetahui kegalauan hati Kunti. Maka dari itu, beliau menitahkan Kalika
untuk merasuki pikiran Kunti agar ia mau menyerahkan anaknya sebagai
tumbal. Kalika berhasil menjalankan misi itu dan melaoprkan
keberhasilannya kepada Dewi Durgha.
Diceritakan kemudian setelah
sampai di Indraprasta, Dewi Kunti menyampaikan pesan ini kepada
Sahadewa. Sahadewa tidak menolak dan menyanggupi permintaan Dewi Durgha.
Berangkatlah Dewi Kunti beserta Sahadewa lengkap dengan hewan kurban
lainnya. Sesampainya di kuburan, Dewi Durgha muncul dan memerintahkan
Dewi Kunti untuk pulang. Sahadewa diikat pada Pohon Rangdu dan digoda
oleh Kalika. Begitu Dewi Durgha hadir, beliau menyampaikan pemintaannya
untuk disucikan menjadi Dewi Uma agar bisa kembali ke sorga. Permintaan
tersebut ditolak oleh Sahadewa karena ia merasa pantang untuk menyucikan
seorang dewa. Dewi Durgha marah dan menghunus pedang ingin membunuh
Sahadewa.
Kejadian ini diketahui oleh
Bhagawan Cakru serta Bhagawan Naradha. Segeralah mereka melaporkan
kejadian ini kepada Dewa Siwa. Dewa Siwa lalu merasuki tubuh Sahadewa
dan berkata bahwa beliau bersedia menyucikan Dewi Durgha. Dewi Durgha
mengurungkan niatnya dan berlutut menyerahkan diri pada Sahadewa.
Akhirnya Dewi Durgha pun dapat kembali ke sorga sebagai Dewi Uma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar